My Dreams

  • Defender, Planned, Orderly, Organized, Practical, Controled, Decisive, Respect, Procedures, Details, Disciplined, Conscientious, Super Dependable, Warm, Generous, Peace, Quiet, Sensitivity, Privacy, Few Interruptions, Protected, People-oriented, Serves Others, Enjoys Harmonious, Loyalty, and Devotion.

Minggu, 29 Juli 2012

Demi Mereka, Aku Bertahan : Mereka adalah Ladang Amalku


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog SEE

“Pendidikan di negeri ini akan maju dan tidak akan ada buta aksara jika KITA, yang katanya insan intelektual mau mengabdikan diri minimal satu jam saja untuk mendidik anak-anak di sekitar kita”.

Kurang lebih kata-kata di atas merupakan opini yang pernah saya tulis di selembar karton yang dibuat untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa dalam rangka memperingati hari Pendidikan. Masalah pendidikan masih menjadi topik utama bagi civitas akademika dan masyarakat luas. Euforia peringatan hari pendidikan tak lupa diisi dengan serangkaian aksi mahasiswa mengkritik pemerintahan. Saya ingin teman-teman saya di kampus tidak hanya bicara, namun tunjukan langsung lewat hal nyata dan jelas manfaatnya. Karena menurut saya, tidak perlu menyalahkan orang lain untuk mencari akar masalah. Namun, sudah sejauh mana diri sendiri melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah.
Putri (Indonesia), Julia (Hong Kong), dan Shelly (China)
Pada bulan Januari 2012, saya memilih untuk mendedikasikan diri menjadi seorang volunteer (sukarelawan) di suatu yayasan di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Nama yayasan tersebut adalah International Humanity Foundation atau biasa disingkat IHF. IHF memiliki cabang di tiga negara, yaitu Indonesia, Thailand, dan Kenya. Lokasi cabang di Indonesia berada di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bali. Yayasan  non-profit tersebut berkontribusi untuk pendidikan anak-anak yang kurang beruntung. Mereka adalah anak dari orang tua yang keadaan ekonominya rendah bahkan ada yang telah menjadi yatim piatu. Ada yang sekaligus mengeyam sekolah formal, namun ada juga yang hanya mengandalkan ilmu dari yayasan ini. Mungkin sama seperti yayasan pada umumnya, namun saya bisa bertemu dengan volunteer asing di yayasan ini. Mereka dari luar negara Indonesia yang memiliki kepedulian untuk mendedikasikan dirinya demi anak-anak Indonesia. Ada yang berasal dari China, Hongkong, Australia, India, Spanyol, dan masih banyak lagi. Mereka menjadi rekan kerja saya dan kami saling berbagi pengalaman. Mereka memiliki jiwa sosial yang tinggi dan lebih memilih melakukan upaya nyata demi pendidikan.

 
Saya mengajar untuk kelas 4 dan 5 pelajaran matematika yang merupakan pengalaman pertama bagi saya. Sebelumnya saya pernah mengajar privat untuk seorang siswa sekolah dasar. Saya memiliki sembilan belas orang adik baru. Mereka bernama Unsa, Sarah, Dewi, Ajeng, Nida, Tesa, Arif, Isnando, Mukti, Jun, Nur Huda, Bagus, Ilham, Reda, Gandring, Nur, Sukardi, Fatur, dan Slamet. Mereka memilki karakter yang berbeda. Ada yang pemalu, pendiam, rajin, suka bicara, malas,  dan sedikit nakal. Awal mengajar di kelas, saya belum beradaptasi dengan semua sikap dan sifat mereka. Hal itu membuat saya kewalahan. Saya mengajar dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Lokasi tempat mengajar saya tidak begitu jauh dari kampus. Kalau saya libur kuliah, saya berangkat dari rumah di Jakarta Barat. 

Saya merasa senang karena saya bisa melakukan sesuatu sesuai dengan passion saya, yaitu pendidikan. Saya mengambil peluang untuk membentuk mereka agar bisa menjadi insan cerdas juga berkepribadian luhur dengan cara mendidik mereka. Saya membiasakan kelas berdoa sebelum pelajaran dimulai, menyampaikan materi dengan metode yang efektif seperti reasons,  problem solving, dan competition, serta menyisihkan sebagian harta saya untuk memotivasi mereka. 

Pertama, membiasakan berdoa sebelum kelas dimulai. Hal ini bertujuan untuk menanam sisi rohaniah dalam diri mereka. Biasanya saya menginstruksikan agar salah satu dari mereka memimpin untuk berdoa. Saat masih ada yang bercanda-canda saat berdoa, saya menegur mereka bahwa doa itu tidak boleh dibuat main-main. Doa harus dilaksanakan secara serius karena langsung berhadapan kepada Sang Pencipta. Kemudian saya menyuruh mereka mengulangi lagi dengan baik dan tertib.

Kedua, saya menyampaikan materi dengan metode-metode yang efektif. Latar belakang kependidikan membantu saya memahami proses belajar dan mengajar yang baik dan mudah dipahami oleh peserta didik. Walaupun matematika bukan basic keilmuan saya, namun saya berusaha belajar pula sebelum mentransfer ilmu kepada mereka. Saya menerapkan metode reasons, dimana metode ini dibuat agar mereka menyampaikan apapun alasan mereka dalam menjawab soal. Hal ini menghindari kasus mencontek diantara mereka. Saya juga menggunakan metode problem solving dengan membentuk kelompok dan competition melalui games yang aktraktif.

Ketiga, saya memberi reward untuk mereka. Pada mulanya, saya berniat untuk menyisihkan sebagian harta yang saya miliki untuk keperluan sekolah atau belajar mereka. Kemudian saya berpikir agar melakukannya tidak dengan cuma-cuma. Saya mengemasnya sebagai hadiah jika mereka mendapat nilai bagus atau memenangkan games.

Ternyata metode yang saya lakukan membuahkan hasil. Mereka telah memiliki kedekatan emosional dengan saya. Mereka pernah mengatakan bahwa mereka senang belajar dengan saya dan rindu jika saya tidak bisa hadir untuk mengajar mereka. Saya merasa terharu sekali. Terhitung sudah enam bulan saya berkontribusi disana. Walau saya sedang sibuk di Kampus, saya tetap menyempatkan diri untuk mengajar mereka. Walau saya sedang bersantai di rumah ketika waktu libur kuliah, saya tetap menyempatkan diri untuk mengajar mereka. Bertemu lalu melihat senyuman, celoteh, dan kenakalan mereka merupakan ion-ion penambah semangat berjuang dalam pendidikan. Walau jauh, walau lelah, walau tanpa gaji, saya tetap bertahan untuk MEREKA. Biarlah mereka menjadi ladang amal saya.:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar